Jumat, 06 Maret 2009

Hari Maulud Nabi (12 Rabiul Awal)
















Hari Maulud Nabi (12 Rabiul Awal)

Hari Maulud (kelahiran) Nabi Muhammad SAW bertujuan untuk memuliakan Nabi Muhammad SAW berasaskan firman Allah dalam Al-Quran (terjemahannya ) :-

"maka orang yang beriman kepadanya (Muhammad saw) memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Quran) mereka itulah yang beruntung."
Al-Araf: 157


Hari Maulud pertama kali diselenggarakan oleh Sultan Salahudin al Ayyubi ketika menghadapi pasukan salib bagi membakar semangat berjuang dan berkorban, untuk menyelamatkan umat Islam dan sebagai memperingati kejayaan Sultan Salahuddin al Ayyubi berhasil memimpin tentera Islam memasuki Jurusalem.

Maulud Nabi disambut setiap 12 Rabiul Awal dimana zikir khusus akan diadakan di masjid-masjid. Perarakan secara besar-besaran yang disertai oleh lelaki, perempuan, dan kanak-kanak akan diadakan di bandar dan kampung sambil menyanyikan lagu-lagu memuji Nabi Muhammad S.A.W. juga akan diadakan untuk meriahkan hari Maulud mulia ini. Jamuan makan juga dianjurkan diadakan oleh orang perseorangan atau pertubuhan untuk fakir miskin.

Terdapat 2 pendapat mengenai Maulud Nabi, iaitu pendapat pertama melakukannya adalah satu perbuatan yang dianjurkan bagi umat Islam. Pendapat kedua pula menyatakan menyambut hari Maulud adalah satu bidaah disebabkan ia tidak pernah dilakukan semasa zaman Rasullullah dan para sahabat.

Menurut pendapat pertama, hujah mengapa Maulud Nabi boleh diraikan adalah :-

Bahawasanya Nabi Muhammad S.A.W. datang ke Madinah maka beliau mendapati orang-orang yahudi berpuasa pada hari Asyura iaitu hari 10 Muharram, maka Nabi S.A.W. bertanya kepada orang yahudi itu: "Kenapa kamu berpuasa pada hari Asyura?"

Jawab mereka: Ini adalah hari peringatan, pada hari serupa itu dikaramkan Firaun dan pada hari serupa itu Musa dibebaskan, kami berpuasa kerana bersyukur kepada Tuhan.

Maka Nabi S.A.W. berkata:

"Kami lebih patut menghormati Musa berbanding kamu."
Riwayat Bukhari dan Muslim.


Ibnu Hajar Al-Asqalani pengarang Syarah Bukhari yang bernama Fathul Bari berkata bahawa dari hadis ini dapat dipetik hukum:

  • Umat Islam dibolehkan bahkan dianjurkan memperingati hari-hari bersejarah, hari-hari yang dianggap besar umpamanya hari-hari maulud, miraj dan lain-lain.
  • Nabi pun turut memperingati hari tenggelamnya Firaun dan bebasnya Musa, dengan melakukan puasa Asyura sebagai bersyukur atas hapusnya yang batil dan tegaknya yang hak.

Maulid Nabi Muhammad SAW



















Nabi Muhammad SAW
terkadang Maulid Nabi atau Maulud saja (bahasa Arab: مولد، مولد النبي‎), adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang dalam tahun Hijriyah jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal. Kata maulid atau milad adalah dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Rasulullah Muhammad SAW.



Sejarah

Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya sendiri justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem.


Perayaan di Indonesia

Masyarakat muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan shalawat nabi, pembacaan syair Barzanji dan pengajian. Menurut penanggalan Jawa bulan Rabiul Awal disebut bulan Mulud, dan acara Muludan juga dirayakan dengan perayaan dan permainan gamelan Sekaten.


Perayaan di luar negeri

Sebagian masyarakat muslim Sunni dan Syiah di dunia merayakan Maulid Nabi. Muslim Sunni merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awal sedangkan muslim Syiah merayakannya pada tanggal 17 Rabiul Awal, yang juga bertepatan dengan ulang tahun Imam Syiah yang keenam, yaitu Imam Ja'far ash-Shadiq.


Perbedaan pendapat

Kaum ulama yang berpaham Salafiyah dan Wahhabi, umumnya tidak merayakannya karena menganggap perayaan Maulid Nabi merupakan sebuah Bid'ah, yaitu kegiatan yang bukan merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW. Mereka berpendapat bahwa kaum muslim yang merayakannya keliru dalam menafsirkannya sehingga keluar dari esensi kegiatannya.